Senin, 17 September 2012

ASMA



ASMA

1.      PENGERTIAN
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. (Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611)


2.      KLASIFIKASI
1.      Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek atau serangan singkat; tanpa gejala, diantaraserangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan.

2.      Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada malam hari timbul lebih dari 2 kali sebulan dan dapat mengganggu aktiviti dan tidur.

3.      Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam timbul gejala berat setiap minggu.

4.      Servere persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu malam.
3.      ETIOLOGI
1.      Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dan disebabkan oleh alergen yang diketahui karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat, polusi.

2.      Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronchial.

4.      EPIDEMOLOGI
Asma adalah penyebab utama penyakit akut dan kronik pada anak. Data dari the national center for health care stastistics menunjukkan bahwa prevalensi asma diantara anak berusia 17 tahun meningkat 58% selama 1970an. Dari 1971 samapi 1974, 4,8% dari anak berusia 6 sampai 11 tahun menyatakan bahwa mereka menyidap asma; dari 1976 sampai 1980, 7,6% berespons secara positip. Selain itu, angka perawatan dirumah sakit sangat meningkat (terutama pada orang amerika afrika) selama 13 tahun dari 1965-1978 (dari 46 menjadi 89 per 100.000 anak berkulit putih berusia kurang dari 15 tahun, dan dari 85 menjadi 309 per 100.000 anak amerika afrika berusia kurang dari 15 tahun). Angka perawatan dirumah sakit keselurahan meningkat 43% dari tahun 1979-1987. Kematian anak akibat asma meningkat lebih dari 2 kali lipat, dari 54 pada tahun 1977 menjadi 111 pada tahun 1983. Resiko kematian akibat asma pada tahun 1987 hampit 3 kali lipat lebih tinggi pada orang amerika keturunan afrika dari pada orang berkulit putih.

5.      PATOFISIOLOGI
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini.
1.      Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.
2.      Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.
3.      Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2 dalam darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.
6.      MANIFESTASI KLINIS
1.      Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
v  Batuk dengan dahak  bisa dengan maupun tanpa pilek
v  Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
v  Whezing belum ada
v  BGA belum patologis
Faktor spasme
v  Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
v  Whezing
v  Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
v  Penurunan tekanan parsial O2

2.      Stadium Lanjut/Kronik
v  Batuk, ronchi
v  Sesak napas berat dan seolah-olah tertekan
v  Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
v  Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
v  Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
v  Sianosis

7.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Test Fungsi Paru
Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis) , mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.

b.      Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.

c.       Pemeriksaan Foto Thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.

d.      Elektrodiografi
Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.

8.      PENATALAKSANAAN
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma :
a.       Menghilangkan obstruksi jalan napas
b.      Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c.       Memberi penerapan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a.       Pengobatan dengan obat-obatan seperti;
1.      Beta agonist (beta adrenergik agent)
2.      Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3.      kortikosteroid
4.      mast cell inhibitor (lewat inhalasi)

b.      Tindaka spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1.      Oksigen 4-6 liter/menit.
2.      Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.
3.      Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
4.      Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

9.      PATHWAYS

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Sddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta.EGC
Mangunnegoro,hadioarto dkk. 2006. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma. Jakarta. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
Suriadi dan Yuliana R. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta. Penerbit CV Sagung Seto